BAB I
UNDANG – UNDANG KEPARIWISATAAN
A. Undang –Undang Kepariwisataan
Dengan
rahmat Tuhan yang maha ESA Presiden Republik Indonesia menimbang:
a.
Bahwa keadaan alam, flora dan fauna, sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta
seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal
pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tuhan 1945.
b.
bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan
waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia.
c.
bahwa kepariwisataan merupakan integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana terpadu,
berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan
mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional.
d.
bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk
mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu
menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
e.
bahwa Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1990 tentang
kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan
kepariwisataan sehingga perlu diganti.
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
diatas perlu membentuk Undang-Undang tentang kepariwisataan.
A.
Ketentuan umum
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang di maksud dengan:
1.
Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2.
Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
4.
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha.
5.
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan.
6.
Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut
Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih
wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
7.
Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan
barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan
pariwisata.
8.
Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok
orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
9.
Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata
yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan strategis
pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki
potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam
satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, daya
dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
11. Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan
profesionalitas kerja.
12. Sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung
peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.
13. Pemerintah pusat,
selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Negara Republik Indonesia tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah
adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Menteri adalah
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemerintahan
16. Kawasan pariwisata
adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk
memenuhi kebutuhan pariwisata.
17. Menteri adalah
Menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan.
B.
Asas, fungsi dan
tujuan
Pasal 2
Kepariwisataan
diselenggarakan berdasarkan asas :
a.
Manfaat
b.
Kekeluargaan
c.
adil dan merata
d.
keseimbangan
e.
kemandirian
f.
kelestarian
g.
partisipatif
h.
berkelanjutan
i.
demokratis
j.
kesetaraan dan
k.
kesatuan
Pasal 3
Kepariwisataan
berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan
dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
a. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan
meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata.
b. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan
persahabatan antar bangsa.
c.
Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan
lapangan kerja.
d. pendapatan nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
e.
Mendorong pendayagunaan produksi nasional.
Pasal 4
Kepariwisataan
bertujuan untuk:
a.
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b.
meningkatkan kesejahteraan rakyat
c.
menghapus kemiskinan
d.
mengatasi pengangguran
e.
melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
f.
memajukan kebudayaan
g.
mengangkat citra bangsa
h.
memupuk rasa cinta tanah air
i.
memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan
j.
mempererat persahabatan antar bangsa
C.
Prinsip
penyelenggaraan kepariwisataan
Pasal 5
Kepariwisataan
diselenggarakan dengan prinsip :
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai
pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia
dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan
hubungan manusia dan lingkungan
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya
dan kearifan lokal
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan,
kesetaraan, dan proporsionalitas
d.
memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup
e.
memberdayakan masyarakat setempat
f.
menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah,
antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka
otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan
kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata dan
h.
memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
D.
Pembangunan
kepariwisataan
Pasal 6
Pembangunan kepariwisataan
dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 yang diwujudkan
melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan
keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia
untuk berwisata.
Pasal 7
Pembangunan
kepariwisatan meliputi :
a.
industri pariwisata
b.
destinasi pariwisata
c.
pemasaran dan
d.
kelembagaan kepariwisataan
Pasal 8
1)
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan
rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk
pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota.
2)
Pembangunan kepariwisataan sebagaiman dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka
panjang nasional.
Pasal 9
1)
Rencana induk pembangunan kepariwisatan nasional
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2)
Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah
Provinsi.
3)
Rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
4)
Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan
sebagaima dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan.
5)
Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata,
destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 10
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman
modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Pasal 11
Pemerintah bersama lembaga yang
terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
kepariwisataan untuk mendukung pembangunan keparwisataan.
E.
Kawasan strategis
Pasal 12
(1) Penetapan kawasan
strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:
a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial
menjadi daya tarik pariwisata.
b.
potensi pasar
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan
bangsa dan keutuhan wilayah.
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai
peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha
pelestarian dan pemanfaatan aset budaya
f.
kesiapan dan dukungan masyarakat dan
g.
kekhususan dari wilayah
(2) Kawasan strategis pariwisata
dikembangkan untuk berpartisipasi dalam terciptanya persatuan dan kesatuan
bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
(3) Kawasan strategis
pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial dan agama masyaraka
setempat.
.
.
Pasal 13
(1) Kawasan strategis
pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) terdiri
atas kawasan strategis nasional, kawasan strategis pariwisata provinsi, dan
kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
(2) Kawasan strategis
pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari
rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana
tata ruang wilayah kabupaten /kota.
(3) Kawasan strategis
pariwisata nasional ditetapkan oleh Pemerintah, Kawasan strategis pariwisata
provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi, dan kawasan strategis
pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota.
(4) Kawasan pariwisata
khusus ditetapkan dengan undang-undang.
F.
Usaha pariwisata
Pasal 14
(1) Usaha pariwisata
meliputi, antara lain:
a.
daya tarik wisata
b.
kawasan pariwisata
c.
jasa transportasi pariwisata
d.
jasa perjalanan pariwisata
e.
jasa makanan dan minuman
f.
penyediaan akomodasi
g.
penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
h.
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi dan pameran
i.
jasa informasi pariwisata
j.
jasa konsultan pariwisata
k.
jasa pramuwisata
l.
wisata tirta
m.
spa
(2) Usaha pariwisata
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Pasal 15
(1) Untuk dapat
menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 14,
pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan Menteri.
Pasal 16
Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha
pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15.
Pasal 17
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
a. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dan
b. menfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi dengan usaha skala besar.
G.
Hak, kewajiban dan
larangan
Bagian Kesatu Hak
Pasal 18
Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan..
Pasal 19
(1) Setiap orang berhak :
a.
memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata
b.
melakukan usaha pariwisata
c.
menjadi pekerja/buruh pariwisata: dan/atau
d.
berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
(2) Setiap orang dan/atau
masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas
:
a.
menjadi pekerja/buruh
b.
konsinyasi; dan/atau
c.
pengelolaan
Pasal 20
Setiap
wisatawan berhak memperoleh:
a.
informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata
b.
pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar
c.
perlindungan hukum dan keamanan
d.
pelayanan kesehatan
e.
perlindungan hak pribadi, dan
f.
perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang
beresiko tinggi
Pasal 21
Wisatawan
yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan
fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Pasal 22
Setiap
pengusaha pariwisata berhak :
a.mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di
bidang kepariwisataan
b.
menmbentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan
c.
mendapatkan perlindungan hukum dalam berusahan dan
d.
mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Bagian keduan
Kewajiban
Pasal 23
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan
hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan.
b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan
usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha,
menfasilitasi dan memberikan kepastian hukum.
c. memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset
nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali,
d.
mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan
dalam rangka mencegah menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat
luas.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud diatas pada ayat (1) huruf d
diatur dengan peraturan presiden.
Pasal 24
Setiap orang
berkewajiban:
a.
menjaga dan melestarikan daya taya wisata, dan
b.
membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih
berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Pasal 25
Setiap
wisatawan berkewajiban:
a.
menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat,
budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.
b.
memelihara dan melestarikan lingkungan
c.
turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan
d.
turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang
melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum.
Pasal 26
Setiap
pengusaha pariwisata berkewajiban:
- a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.
- b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab
- c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif
- d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan
- e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang beresiko tinggi
- f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.
- g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal.
- h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan
- i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat.
- j. turut sertam mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya
- k. memeliharan lingkungan yang sehat, bersih dan asri
- l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya
- m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab
- n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 27
1)
Setiap orang dilarang merusak sebagan atau seluruh
fisik daya tarik wisata
2)
merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk,
menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil,
menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang
atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
H.
Kewenangan pemerintah
dan pemerintah daerah
Pasal 28
Pemerintah
berwenang:
a.
menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional
b.
mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas
sektor dan lintas provinsi
c.
menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang
kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
d.
menetapkan daya tarik wisata nasional
e.
menetapkan destinasi pariwisata nasional
f.
menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur,
kriteria, dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisatan
g.
mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya
manusia di bidang kepariwisataan
h.
memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset
nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali
i.
melakukan dan menfasilitasi promosi pariwisata
nasional
j.
memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan
wisatawan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan
k.
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi
wisata yang dimiliki masyarakat
l.
mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
kepariwisataan, dan
m.
mengalokasikan anggaran kepariwisataan
n.
memberikan informasi dan/atau peringatan
Pasal 29
Pemerintah
provinsi berwenang :
a.
menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan provinsi
b.
mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya.
c.
melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan
pendaftaran usaha pariwisata
d.
menetapkan destinasi pariwisata provinsi
e.
menetapkan daya tarik wisata provinsi
f.
menfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk
pariwisata yang berada di wilayahnya
g.
memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik
wisata provinsi, dan
h.
mengalokasikan anggaran kepariwisataan
Pasal 30
Pemerintah
kabupaten/kota berwenang :
a.
menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan kabupaten/kota
b.
menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota
c.
menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota
d.
melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan
pendaftaran usaha pariwisata.
e.
mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
kepariwisataan di wilayahnya.
f.
menfasilitasi dan melakukan promosi destinasi
pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya.
g.
memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru.
h.
menyelenggarakan pelatihan dan penelitian
kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota.
i.
memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang ada
di wilayahnya.
j.
menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata,
dan
k.
mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 31
1)
Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga
pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar
dalam partisipasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan dan pengabdian di
bidang kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkrit di beri
panghargaan.
2)
Penghargaan sebagaimana di maksud pada ayat 1
diberikan oleh pemerintah atau lembaga lain yang terpercaya.
3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang,
atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan,
bentuk penghargaan, dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana di maksud
pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 32
1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan
dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan
kepariwisataan.
2. Dalam meyediakan dan menybarluaskan informasi
pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan nasional.
3. Pemerintah daerah dapat mengembangkan dan mengelola
sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
I.
Koordinasi
Pasal 33
1)
Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan
kepariwisataan pemerintah melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada
tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan.
2)
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.
bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan
karantina.
b.
bidang keamanan dan ketertiban.
c.
bidang prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih,
listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan.
d.
bidang transportasi darat, laut, dan udara.
e.
bidang promosi pariwisata dan kerjasama luar negeri.
Pasal 34
Koordinasi
strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) dipimpin
oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 35
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis
lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 dan pasal 34 diatur dengan
Peraturan Presiden.
J.
Badan promosi
pariwisata indonesia
Bagian Kesatu
Badan Promosi
Pariwisata Indonesia
Pasal 36
1)
Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata
Indonesian yang berkedudukan di ibu kota negara.
2)
Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
3)
Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 37
Struktur
organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur
penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal 38
1)
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 berjumlah 9 (sembilan) orang
anggota terdiri atas : a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang, b.
wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang, c. wakil asosiasi penerbangan 1(satu)
orang, d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
2)
Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi
Pariwisata Indonesia diusulkan oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas
paling lama 4 (empat) tahun.
3)
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh
seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja,
persyaratan, serta tatacara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu
kebijakan sebagaimanau dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
Unsur
penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasa 38 membentuk unsur pelaksana
untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 40
1)
Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia
dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif dengan dibantu oleh beberapa Direktur
sesuai dengan kebutuhan
2)
Unsur pelaksana Badan Promosi Indonesia wajib menyusun
tatakerja dan rencana kerja.
3)
Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata
Indonesia paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu)
kali masa kerja berikutnya.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakerja,
persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 41
1)
Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas:
a.
meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia,
b.
meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan
devisa
c.
meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan
pembelanjaan
d.
menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e.
melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan
bisnis pariwisata.
2)
Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas
sebagai: a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat
dan di daerah, b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 42
1.
Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia
berasal dari: a. pemangku kepentingan, dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Pengelolaan dana yang bersumber dari Non-Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Non-Anggaran Pendapatan Belanja Daerah wajib
di audit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Badan Promosi
Pariwisata Daerah
Pasal 43
1.
Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembentukan
Badan Promosi Daerah Indonesian yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota
2.
Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
3.
Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam melaksanakan
kegiatannya wajib berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
4.
Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 44
Struktur
organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur
penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal 45
1.
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 berjumlah 9 (sembilan) orang
anggota terdiri atas : a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang, b.
wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang, c. wakil asosiasi penerbangan 1(satu)
orang, d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
2.
Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi
Pariwisata Indonesia diusulkan oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas
paling lama 4 (empat) tahun.
3.
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
Indonesia dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh
seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja,
persyaratan, serta tatacara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu
kebijakan sebagaimanau dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 46
Unsur
penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 membentuk unsur pelaksana
untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 47
1.
Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah
dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif dengan dibantu oleh beberapa Direktur
sesuai dengan kebutuhan
2.
Unsur pelaksana Badan Promosi Daerah wajib menyusun tatakerja
dan rencana kerja.
3.
Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata
Daerah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali
masa kerja berikutnya.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakerja,
persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 48
1.
Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas: a.
meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia, b. meningkatkan kunjungan
wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa, c. meningkatkan kunjungan
wisatawan nusantara dan pembelanjaan, d. menggalang pendanaan dari sumber
selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, e.
melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
2.
Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas
sebagai :
a.
koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha
di pusat dan di daerah
b.
mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 49
1.
Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Daerah
berasal dari: a. pemangku kepentingan, dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Pengelolaan dana yang bersumber dari Non-Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Non-Anggaran Pendapatan Belanja Daerah wajib
di audit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.
K.
Gabungan industri
pariwisata indonesia
Pasal 50
1.
Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata
yang kompetitif, dibentuk satu wadah yang dinamakan Gabungan Industri
Pariwisata Indonesia.
2.
Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia
terdiri atas :
a.
pengusaha pariwisata.
b.
asosiasi usaha pariwisata
c.
asosiasi profesi dan d. asosiasi lain yang terkait langsung
dengan pariwisata.
3.
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai mitra kerja pemerintah dan pemerintah
daerah serta wadah komunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam
penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
4.
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat
mandiri dan dalam melakukan kegiatannya bersifat nirlaba.
5.
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan
kegiatan, antara lain :
a.
menetapkan dan menegakkan kode etik Gabungan Industri
Pariwisata Indonesia
b.
menyalurkan aspirasi memelihara kerukunan dan
kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan bidang
kepariwisataan
c.
meningkatkan
hubungan dan kerjasama antara pengusaha pariwisata indonesia dan pengusaha
pariwisata luar negeri untuk kepentingan pembangunan kepariwisataan
d.
mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang
kepariwisataan: dan
e.
menyelenggarakan pusat informasi usaha dan
menyebarluaskan kebijakan pemerintah di bidang kepariwisataan.
Pasal 51
Ketentuan
lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan kepengurusan, dan kegiatan
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 50
diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
L.
Pelatihan Sumber Daya
Manusia, Standardisasi, Sertifikasi, Dan Tenaga Kerja
Bagian Kesatu
Pelatihan Sumber Daya
Manusia
Pasal 52
Pemerintah
dan pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia pariwisata
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Bagian Kedua
Standardisasi dan Sertifikasi
Pasal 53
1.
Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar
kompetensi.
2.
Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.
3.
Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga
sertifakasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 54
1.
Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata
memiliki standar usaha.
2.
Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sertifikasi usaha .
3.
Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 dan sertifikasi
usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 diatur dalam peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Tenaga Kerja Ahli
Warga Negara Asing
Pasal 56
1.
Pengusaha pariwisata dapat memperkerjakan tenaga kerja
ahli warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana
maksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari organisasi
asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.
M.
Pendanaan
Pasal 57
Pendanaan
pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
pengusaha dan masyarakat
Pasal 58
Pengelolaan
dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi,
dan akuntabillitas public.
Pasal 59
Pemerintah
Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari
penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.
Pasal 60
Pendanaan
oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil
diberikan insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 61
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil
dibidang kepariwisataan.
N.
Sanksi administratif
Pasal 62
1.
Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dikenai sanksi berupa teguran lisan
disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang harus dipatuhi.
2.
Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya, wisatawan bersangkutan dapat
diusir dari lokasi perbuatan dilakukan.
Pasal 63
1.
Setiap pengusaha pariwisata yang tidak mematuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dan/atau pasal 26 dikenai sanksi
administratif.
2.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa : a. teguran tertulis b.pembatasan kegiatan usaha c. pembekuan
sementara kegiatan usaha.
3.
Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
4.
Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada
pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
5.
Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan
kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4).
O.
Ketentuan pidana
Pasal 64
1.
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
2.
Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan
hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana
dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
P.
Ketentuan peralihan
Pasal 65
Badan
Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana di maksud dalam pasal 36 ayat (1)
harus telah dibentuk paling lama 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 66
1.
Pembentukan Gabungan Indonesia Pariwisata Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 untuk pertama kalinya difasilitasi oleh
Pemerintah.
2.
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 harus telah dibentuk dalam waktu paling lambat 2 (dua)
tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan
Q.
Ketentuan penutup
Pasal 67
Peraturan
pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lambat
2 (dua) tahun sejak diundangkan.
Pasal 68
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang
kepariwisataan (lembaran Negara tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 69
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990
tentang kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 3427), dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 70
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 16 Januari 2009
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
B. PRINSIP-PRINSIP PENYELENGARAAN PARIWISATA
Kepariwisataan Indonesia diselenggarakan dengan prinsip
sebagai berikut :
·
menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam
keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara
manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
·
menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman
budaya, dan kearifan lokal;
·
memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat,
keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;
·
memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
·
memberdayakan masyarakat setempat;
·
menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah,
antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka
otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
·
mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan
kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan
·
memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
C. AZAS - AZAS PENYELENGARAAN PARIWISATA
Pembangunan
kepariwisataan Indonesia dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2009 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan
kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata yang meliputi
:
1. industri
pariwisata;
2. destinasi
pariwisata;
3. pemasaran;
dan
4. kelembagaan
kepariwisataan.
Pembangunan
kepariwisataan Indonesia dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan
nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk
pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota yang meliputi perencanaan pembangunan
industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan.
Pembangunan kepariwisataa
Indonesia merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang
nasional.
Penetapan kawasan strategis
pariwisata di seluruh wilayah Indonesia dilakukan dengan memperhatikan aspek :
1. sumber
daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata;
2. potensi
pasar;
3. lokasi
strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;
4. perlindungan
terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup;
5. lokasi
strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset
budaya;
6. kesiapan
dan dukungan masyarakat; dan
7. kekhususan
dari wilayah..
Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas
manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam
keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Penyelenggaraan Kepariwisataan Bertujuan:
·
Memperkenalkan, mendayagunakan,
melestarikan dan meningkatkan mutu
objek dan daya tarik wisata;
·
Memupuk rasa cinta tanah air dan
meningkatkan persahabatan antar bangsa;
·
Memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja.
D. BADAN PROMOSI PARIWISATA
Menurut Mursid (2003), Pemasaran adalah semua
kegiatan usaha yang bertalian dengan arus penyerahan barang dan jasa-jasa dari
produsen ke konsumen.
Lebih lanjut Winardi dalam Ediwarsyah (1986)
mengatakan bahwa pemasaran adalah aktifitas dunia usaha yang berhubungan dengan
arus benda-benda serta jasa-jasa dari produksi sampai konsumsi dimana termasuk
tindakan membeli, menjual, menyelengarakan reklame, menstandarisasi, pemisahan
menurut nilai, mengangkut, menyimpan benda-benda, serta informasi pasar.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapatlah di
ambil suatu kesimpulan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan usaha perdagangan
baik dalam bentuk barang-barang atau jasa, yang dilakukan oleh Si penjual
kepada Si pembeli, didalamnya termasuk tindakan memperkenalkan barang-barang
dan jasa, menjual, membeli, menstandarisasi dengan tujuan untuk memberi
kepuasan antara Si penjual kepada Si pembeli dengan melalui proses pertukaran.
Dalam kegiatan pemasaran maka akan ada kegiatan
promosi, karena promosi ini sangat diperlukan untuk mempertemukan antara
produsen dengan konsumen, memperkenalkan jenis dan mutu barang dan jasa yang
dihasilkan sehingga antara Si pembeli dan Si penjual mendapat kepuasan.
Promosi adalah usaha untuk memajukan sesuatu, karena
tujuan promosi adalah :
1. Untuk
memperkenalkan perusahaan kepada pihak luar.
2. Untuk
meningkatkan penjualan.
3. Sebagai
sarana untuk memberitahukan kepada pihak luar tentang kehebatan perusahan
tersebut.
4. Ingin
mengetengahkan segi kelebihan perusahan atau produk atau jasa terhadap saingan.
Jika dihubungkan dengan
kepariwisataan maka yang menjadi sasaran promosinya adalah obyek wisata, yaitu
dengan cara memaparkan keadaan daya tarik dari obyek wisata, sarana dan
prasarana yang telah tersedia di obyek wisata, sehingga menimbulkan keinginan
orang untuk berkunjung di obyek wisata tersebut.
Berdasarkan
gambaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan promosi pariwisata adalah
:
1. Agar calon
wisatawan dapat mengetahui bahwa ada obyek wisata yang baik untuk di kunjungi.
2. Untuk
meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan.
3. Untuk
menunjukkan pada calon wisatawan tentang keadan obyek wisata yang mempunyai
sifat spesifik dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan obyek wisata
lainnya.
4. Untuk
meningkatkan sumber pendapatan masyarakat terutama yang ada di lingkungan obyek
wisata. (Editor : N. Raymond Frans),
E.
DEFINISI
KEPARIWISATAAN
Kepariwisataan adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (Yoeti, 1997, p.194). Wisata
merupakan suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata. Sedangkan wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan
wisata. “Tourism is an integrated system and can be viewed in terms of demand
and supply. The demand is made up of domestic and international tourist market.
The supply is comprised of transportations, tourist attractions and activities,
tourist facilities, services and related infrastructure, and information and
promotion. Visitors are defined as tourist and the remainder as same-day
visitors”.
Pada garis besarnya, definisi
tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki arti keterpaduan yang di
satu sisi diperani oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan. Faktor
permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara.
Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan
aktifitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait serta
informasi dan promosi.
Nyoman S. Pendit (2003:33) menjelaskan
tentang kepariwisataan sebagai berkut Kepariwisataan
juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap kemajuan kemajuan pembangunan
atau perbaikan pelabuhan pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan raya,
pengangkutan setempat,program program kebersihan atau kesehatan, pilot proyek
sasana budaya dan kelestarian lingkungan dan sebagainya. Yang kesemuanya dapat
memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan
daerah wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar.
Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap
pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara yang
telah berkembang atau maju ekonominya, dimana pada gilirannya industri pariwisata
merupakan suatu kenyataan ditengah-tengah industri lainnya.
Beberapa
pendapat ahli kepariwisataan mengenai pengertian kepariwisataan adalah sebagai
berikut:
v Prof.
Hunziger dan Kraf (dalam Irawan, 2010:11) memberikan batasan pariwisata yang
bersifat teknis, yaitu “…kepariwisataan adalah keseluruhan jaringan dan
gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnyaorang asing di suatu tempat,
dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal ditempat itu untuk melakukan pekerjaan
yang penting yang memberi keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara”.
v Ketetapan
MPRS No. 1 Tahun 1960 (dalam Irawan, 2010:11) kepariwisatan dalam dunia modern
pada hakekatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam
memberi liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta
mempunyai modal untuk melihat daerah lain (pariwisata dalam negri) atau negara
lain (pariwisata luar negri).
F. DEFINISI PARIWISATA
Menurut
definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat
lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha
mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup
dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai
perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu :
(dikutip dari Ekonomi Pariwisata, hal 21)
a. Harus bersifat sementara
b. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak
terjadi karena dipaksa.
c. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun
bayaran.
v (Mc.Inthosh), Mendefinisikan pariwisata sebagai
ilmu, seni dan bisnis tentang menari, memindahkan, mengakomodasikan dan secara
ramah memenuhi kebutuhan dan kegiatan para pengunjung.
v (Jafari), Menjelaskan bahwa pariwisata adalah
suatu studi tentang orang yang meninggalkan habitatnya dan suatu studi tentang
industri yang memenuhi kebutuhannya dan tentang dampak yang ditimbulkannya
terhadap sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan.
v (Mathieson & Wall), Mengatakan bahwa pariwisata adalah
kegiatan perpindahan orang untuk sementara waktu ke destinasi diluar tempat
tinggal dan tempat kerjanya dan melaksanakan kegiatan selama di destinasi dan
penyiapan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka.(Indra
Mulyana), Mengatakan bahwa pariwisata merupakan
v perpidahan seseorang atau sekelompok
orang ke tempat lain, diluar tempat tinggalnya untuk sementara waktu dengan
maksud untuk melakukan rekreasi ataupun studi dalam memenuhi kebutuhannya.
v Menurut A.J.
Burkart dan S. Medik (1987) Pariwisata adalah perpindahan orang untuk sementara
dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan- tujuan diluar tempat dimana mereka
biasanya hlidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di
tempat-tempat tujuan itu.Saya setuju dengan pendapat ini, namun ada beberapa di
tambah yakni menyangkut waktu yang dibutuhkan dan tujuan pariwisata itu sandiri
berdasarkan IUTO waktu yang ditetapkan untuk kegiatan yang bisa disebut
pariwisata setidaknya adalah 24 jam, dan tujuammya adalah untuk mengisi waktu
senggang, bisnis, keluarga, perutusan, dan pertemuan-pertemuan.
v Menurut
Hunziger dan krapf dari swiss dalam Grundriss Der Allgemeinen
Femderverkehrslehre, menyatakan pariwisata adalah keserluruhan jaringan dan
gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing disuatu tempat
dengan syarat orang tersebut tidak melakukan suatu pekerjaan yang penting
(Major Activity) yang memberi keuntungan yang bersifat permanent maupun
sementara.Saya setuju dengan pendapat ini, karena pada dasarnya pariwisata itu
motif kegiatannya adalah untuk mengisi waktu luang, untuk bersenang-senang,
bersantai, studi, kegiatan Agama, dan mungkin untuk kegiatan olahraga. Selain
itu semua kegiatan tersebut dapat memberi keuntungan bagi pelakunya baik secara
fisik maupun psikis baik sementara maupun dalam jangka waktu lama.
v Menurut Prof.
Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1994, 116.). Pariwisata dalah suatu aktivitas
manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian
diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri/ diluar negeri, meliputi
pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan
yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia
memperoleh pekerjaan tetap.Menurut saya walaupun Definisi yang dikemukakan oleh
Prof Salah Wahab kalimatnya terkesan berbelit-belit namun isinya sudah mengacu
pada pengertian pariwisata itu sendiri. Karena memang pariwisata itu dilakukan
secara sadar dalam mendapatkan pelayanan berbeda dari biasanya baik diluar
negeri maupun didalam negeri guna mencari kepuasan.
Wisatawan
Wisatawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia
pariwisata. Wisatawan sangat beragam , tua-muda, miskin-kaya, asing-nusantara,
semuanya mempunyai keinginan dan juga harapan yang berbeda.
Jika ditinjau dari arti kata “wisatawan”
yang berasal dari kata “wisata” maka sebenarnya tidaklah tepat
sebagai pengganti kata “tourist” dalam bahasa Inggris. Kata itu berasal
dari bahasa Sansekerta “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau
dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris. Jadi orang
melakukan perjalanan dalam pengertian ini, maka wisatawan sama artinya dengan
kata “traveler” karena dalam bahasa Indonesia sudah merupakan kelaziman
memakai akhiran “wan” untuk menyatakan orang dengan profesinya,
keahliannya, keadaannya jabatannya dan kedudukan seseorang (Irawan, 2010:12).
Adapun pengertian wisatawan antara
lain:
·
Wisatawan
adalah orang yang melakukan perjalanan wisata.
·
Pengertian
wisatawan diartikan sebagai seseorang atau suatu rombongan yang menikmati suatu
objek wisata. Sementara itu, objek wisata dapat diartikan sebagai sesuatu
benda, kegiatan, wilayah yang memang menarik dan memiliki pesona yang mampu
menyedot perhatian orang. Umumnya, objek wisata dikelola oleh pemerintah,
masyarakat, atau swasta yang ditandai dengan pembayaran retribusi atau karcis
masuk. Padanan kata dari wisatawan
antara lain pengunjung, pelancong, turis, dan pelawat.
Menurut UN.
Convention Concerning Customs Facilites For Touring (1954) Wisatawan adalah
setiap orang yang datang disebuah Negara karena alas an yang sah kecuali untuk
berimigrasi dan yang tinggal setidak-tidaknya 24 Jam dan selama-lamanya 6 Bulan
dalam tahun yang sama.
Dalam
pengertian ini wisatawan dibedakan berdasarkan waktu dan tujuan yang disebut
wisatawan adalah orang-orang yang berkunjung setidaknya 24 dan yang dating
berdasarakan motivasi Mengisi waktu senggang seperti bersenang, berlibur, untuk
kesehatan, studi, keperluan agama, dan olahraga, serta bisnis, keluarga,
peurtusan, dan pertemuan-pertemuan.
Menurut Smith (dalam Kusumaningrum,
2009:16), menjelaskan bahwa wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja,
atau sedang berlibur dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk
mendapatkan sesuatu yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar